Sejarah Singkat Hari Raya Imlek dan Tradisi Tahun Baru China

Masyarakat Tionghoa di Indonesia sedang merayakan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang jatuh pada Selasa (29/1/2025).

Editor: Admin
Perayaan Tahun Baru Imlek di Sukabumi (Foto: FKDM Sukabumi)
MASYARAKAT Tionghoa di Indonesia sedang merayakan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang jatuh pada Rabu (29/1/2025). Imlek merupakan salah satu perayaan besar yang selalu dinantikan, khususnya oleh masyarakat Tionghoa.

Di Indonesia, Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional, sehingga banyak warga yang memanfaatkannya untuk berkumpul bersama keluarga atau beristirahat sejenak dari rutinitas. Lalu, seperti apa sejarah singkat Tahun Baru Imlek? Berikut ulasannya:

Dilansir dari situs Universitas Ciputra pada Selasa (28/1/2025), istilah "Imlek" berasal dari sebutan yang digunakan oleh komunitas Tionghoa Hokkian di Indonesia untuk menyebut Tahun Baru China. 

Sebelum bebas dirayakan oleh masyarakat Indonesia, Imlek sempat mengalami pelarangan antara tahun 1968 hingga 1999, tepatnya pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Namun, pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967 yang melarang perayaan adat dan kepercayaan Cina tersebut. Akhirnya, warga Indonesia keturunan Tionghoa bisa merayakan Imlek dengan leluasa.

Selanjutnya, pada tahun 2002, Presiden Gus Dur mengesahkan Imlek sebagai hari libur fakultatif. Kemudian, pada 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan Imlek sebagai hari libur nasional, yang dirayakan oleh masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa dan masyarakat umum sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia yang kaya.

Kalender lunar

Di kalangan masyarakat Tionghoa, perayaan Imlek selalu menjadi waktu yang dinantikan, tidak hanya sebagai momentum untuk berkumpul dengan keluarga dan orang terdekat, tetapi juga sebagai kesempatan untuk menghormati tradisi dan mempererat hubungan antar sesama.

Penentuan waktu Imlek merujuk kepada sistem penanggalan lunar yang telah digunakan oleh masyarakat China sejak ribuan tahun lalu. Perayaan ini kini tidak hanya dirayakan di China, tetapi juga di seluruh dunia dengan meriah. Hal ini menggambarkan keanekaragaman budaya yang menyatu dalam semangat kebersamaan.

Sedangkan kalender lunar yang digunakan dalam perayaan Imlek berbeda dengan kalender Masehi yang biasa kita gunakan. Jika kalender Masehi didasarkan pada pergerakan Bumi terhadap matahari, kalender lunar mengikuti pergerakan bulan terhadap Bumi. Oleh karena itu, satu siklus tahun dalam kalender lunar lebih singkat dibandingkan kalender Masehi. Tahun ini, umat Tionghoa di seluruh dunia akan merayakan Tahun Baru Imlek 2572.

Sejarah perayaan Imlek dimulai lebih dari 3.800 tahun yang lalu di China, ketika masyarakat agraris kuno melangsungkan ritual pemujaan untuk beragam hasil bumi. Pada masa Dinasti Han (202 SM-220 M), perayaan ini resmi ditetapkan menggunakan sistem penanggalan lunar, dengan hari pertama bulan purnama sebagai waktu untuk merayakan Tahun Baru China.

Simbol Perlindungan Hasil Tani 

Festival ini awalnya merupakan upacara syukur petani kepada Tuhan untuk menyambut datangnya musim semi setelah musim dingin yang panjang. Seiring berjalannya waktu, perayaan ini berkembang menjadi hajatan nasional dengan pemerintah dan rakyat turut serta dalam berbagai perayaan seperti karnaval, pertunjukan, dan berbagai aktivitas lainnya. 

Tradisi seperti begadang, membakar bambu, serta menggantungkan bilah-bilah kayu persik sebagai simbol perlindungan mulai dilakukan sejak masa Dinasti Han.

Dengan berbagai tradisi dan makna yang terkandung dalam perayaan ini, Imlek tidak hanya menjadi waktu yang dinanti oleh masyarakat Tionghoa, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan, harapan, dan kepercayaan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Lebih lanjut, perayaan Imlek juga diwarnai dengan berbagai legenda yang mengiringinya. Salah satunya adalah legenda tentang monster bernama Nian, yang akan menyerang desa pada akhir musim dingin. Nian dikenal sebagai monster pemangsa yang mengancam hasil panen, ternak, dan bahkan manusia. 

Masyarakat percaya bahwa Nian takut pada warna merah dan suara kembang api. Sehingga, setiap menjelang Imlek, masyarakat akan mengenakan pakaian merah, menggantungkan lentera, dan menyalakan kembang api untuk mengusir monster tersebut.(ss/erakini)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com