Pesangon Tak Dibayar, Inalum Dituding Pelihara Oknum di Balik PHK Massal PT DMK

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi di PT Dinamika Mandiri Karya (DMK) atau Koperasi Karyawan Inalum (Kokalum) pada 2021 silam

Editor: Admin
Gedung PT Inalum berdiri megah di Kuala Tanjung, Batu Bara. (foto/ist)
BATU BARA - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi di PT Dinamika Mandiri Karya (DMK) atau Koperasi Karyawan Inalum (Kokalum) pada 2021 silam menyisakan luka bagi para eks Karyawan. Pasalnya, para buruh korban PHK hingga kini belum menerima pesangon dari manajemen perusahaan.

Tim pendamping hukum buruh, dari Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Batu Bara menilai, tidak ditunaikannya pemberian uang pesangon terhadap eks karyawan merupakan bentuk melawan hukum dan melanggar HAM.

"Kisah pilu yang dialami para buruh korban PHK tanpa pesangon yang terjadi di lingkungan PT Inalum ini sungguh sangat mencederai prinsip kemanusiaan," pungkas Ketua BPPH PP Zamal Setiawan dalam pres rilisnya, kemarin.

BPPH PP mengidentifikasi peristiwa ini terus berlarut lantaran pimpinan Inalum selama ini nutup mata terhadap oknum karyawan yang nakal dan bermasalah. "Tak proaktifnya PT Inalum dalam penyelesaian kasus ini menjadi biang masalah utama," ucap Zamal Setiawan.

Jadi, terangnya, PT DMK merupakan perusahaan yang didirikan atau dimiliki oleh Koperasi Karyawan Inalum (Kokalum) yang selama perjalanannya beroperasi merupakan vendor di PT Inalum.

Yang mengejutkan lagi adalah, dalam hal manajemen, para direktur hingga komisaris di PT DMK ini diduduki oleh mereka yang berstatus karyawan dan memiliki jabatan penting di Inalum.

Tentu selama ini telah terjadi konflik kepentingan, dimana Inalum sebagai perusahaan Induk pemberi kerja dan PT DMK selaku perusahaan alih daya penerima kerja, tapi kedua perusahaan ini diduduki oleh orang-orang yang sama.

"Jika pimpinan Inalum tidak mengetahui atau pura-pura tidak tahu. Ini kami sampaikan ya, mereka yang menjabat sebagai direktur hingga komisaris di PT DMK yang juga berstatus karyawan Inalum di antara namanya, ada Indah Pandia, Ricky Gunawan , Firman Ashad hingga Poltak pesta O Parpaung, dan beberapa nama lainnya," terang Zamal.

"Atas peristiwa ini pimpinan Inalum harus tegas dan turun gunung menyesuaikan persoalan ini, karena dapat dipastikan kekacauan ini akibat ulah nama-nama tersebut," sambungnya.

Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan. Perusahaan raksasa berplat merah dengan gedung dan tembok kokoh ini dimanfaatkan untuk menernak karyawan bengis menambah daftar kemiskinan dan kesengsaraan rakyat. "Persoalan buruh ini akan selesai jika Inalum tidak memelihara apalagi melindungi mereka," ucapnya.

Dahulu, kata Zamal, ada komitmen dari PT Inalum untuk melakukan audit internal reinventarisasi aset guna untuk mengcover seluruh kewajiban bayar terhadap eks karyawan PT DMK.

Nyatanya bertahun dinanti, jika kita merujuk pada itu dapat disimpulkan Inalum gak punya niat baik dan komitmen.

"Inalum harus turut bertanggungjawab untuk menyelesaikan persoalan ini. Para korban ini hanya meminta dua hal penting, pertama Inalum berkomitmen dan terbuka nyelesaikan masalah ini,  kedua yang berwenang melakukan pembayaran penuh terhadap hak-hak buruh," ucapnya. [subari]

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com