|  | 
| Ilustrasi gedung DPRD Medan. | 
Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama perwakilan Restoran Lembur Kuring, Restoran Kembang, Restoran Kalasan, dan Restoran Srikandi, di Gedung DPRD Medan, Selasa (28/10/2025).
Anggota Komisi III DPRD Medan, Godfried Efendi Lubis, menyoroti ketidaksesuaian antara izin restoran dan kapasitas sebenarnya.
“Izin restoran ini seperti bersembunyi di lapangan terbuka. Berdasarkan hasil kunjungan, jumlah kursi di Restoran Lembur Kuring dan Kembang jauh melebihi izin yang tercantum,” ujar politisi PSI tersebut.
Menurutnya, izin yang berlaku saat ini mengkategorikan restoran berisiko menengah rendah dengan kapasitas 100–150 kursi. Namun, di lapangan ditemukan jumlah kursi mencapai lebih dari 200 unit.
“Dengan kapasitas seperti itu, izinnya seharusnya dikategorikan risiko tinggi. Ketidakjujuran ini berdampak langsung pada setoran pajak ke Pemkot Medan,” tegasnya.
Godfried juga menyoroti laporan pajak yang dianggap tidak wajar. Berdasarkan data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Restoran Lembur Kuring melaporkan omzet Rp1,4–Rp1,6 miliar per bulan, namun hanya menyetor pajak Rp140 juta per bulan, PBB Rp44 juta, dan pajak parkir Rp600 ribu.
“Kalau pajaknya Rp140 juta per bulan, berarti penghasilan per hari sekitar Rp45 juta. Angka itu tidak masuk akal. Bapenda harus memverifikasi ulang dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) jika ditemukan kekeliruan,” tegas Godfried.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Medan, Salomo Pardede, memberikan batas waktu satu bulan kepada Pemko Medan untuk menuntaskan proses verifikasi izin dan pajak restoran-restoran tersebut.
“Kita beri waktu satu bulan. Semua harus beres. Tidak boleh molor lagi, karena terlalu banyak yang tidak sesuai, mulai dari izin hingga pajak,” ujarnya.
Salomo menilai, laporan pajak yang disampaikan pihak restoran tidak sebanding dengan tingginya tingkat kunjungan pengunjung, terutama pada akhir pekan.
“Restoran Lembur Kuring dan Kembang ini selalu ramai, tapi pajaknya kecil. Kalau perlu, Bapenda pasang alat penghitung dan tempatkan petugas di lokasi untuk membuktikannya,” tegas politisi Gerindra itu.
Ia juga menyinggung kondisi keuangan daerah yang sedang tertekan akibat penurunan dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp595 miliar. Karena itu, optimalisasi pajak daerah menjadi krusial untuk menjaga keberlanjutan pembangunan.
“Sektor pajak menjadi tumpuan peningkatan PAD. Kita tidak ingin restoran-restoran ini tutup, tapi jangan juga Pemko mau dibohongi. Kita ingin semua pihak jujur,” katanya.
Sebelumnya, Ikbal dari Dinas PMPTSP Kota Medan menjelaskan bahwa berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), izin yang dimiliki keempat restoran tersebut masih berstatus menengah rendah.
“Status menengah rendah berlaku untuk kapasitas 100–150 kursi. Jika jumlah kursinya lebih dari 200, maka status izinnya harus berisiko tinggi dan wajib memiliki dokumen Amdal, yang diverifikasi oleh pemerintah provinsi,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Kabid Destinasi dan Industri Pariwisata Dinas Pariwisata Kota Medan, yang mengaku telah mengimbau pihak restoran untuk memperbarui izin sesuai kondisi di lapangan.
“Terakhir kami imbau pada 29 September 2025. Kalau statusnya berisiko tinggi, maka harus ada verifikasi dari provinsi,” ungkapnya.[romulo]
 
 
 
 
