Belajar dari si Pocong

YOK, mari asah ingatan bersama kita : Ada sekitar 1.700 unit lampu pocong di Kota Medan. Dikerjakan sejak pertengahan tahun 2022. Proyek bernilai Rp.

Editor: Admin

 

CHOKING SUSILO SAKEH.

YOK, mari asah ingatan bersama kita :

Ada sekitar 1.700 unit lampu pocong di Kota Medan. Dikerjakan sejak pertengahan tahun 2022. Proyek bernilai Rp.25,7 miliar itu, dibangun tersebar di Jalan Gatot Subroto, Jalan Sudirman, Jalan Imam Bonjol, Jalan Diponegoro, Jalan Katamso, Jalan Juanda, Jalan Putri Hijau dan Jalan Suprapto Medan. 

Tibalah pada hari yang ‘mengagumkan’ : Selasa 9 Mei 2023. Pada hari itu, Walikota Medan Bobby Nst menyatakan, proyek lampu pocong sebagai proyek gagal (total loss). Dinilai gagal diduga karena ada kelalaian dalam perencanaan. Meski pengerjaannya dinilai baru 50 persen, namun dana yang sudah dibayarkan mencapai Rp.21 miliar. Dan uang yang sudah diterima oleh para kontraktor, harus secepatnya dikembalikan ke kas Pemko Medan. Selain itu, kontraktor diharuskan membongkar kembali semua Lampu Pocong yang sudah terpasang tersebut.

Waktupun terus berjalan. Kini, sudah berlalu sekitar tujuh bulan sejak Walikota Medan menyatakan Lampu Pocong sebagai proyek total loss. Namun, kita masih menemukan sekitar ratusan Lampu Pocong yang tetap berdiri. Semakin gagah, dan semakin mengejek akal sehat warga Kota Medan para pembayar pajak. 

Sampai di penghujung akhir tahun 2023 ini, tak ada pernyataan resmi prihal si Pocong nan gagah perkasa tersebut. Misalnya, kenapa belum dibongkar, berapa sudah uang yang dikembalikan, dan seterusnya. Dalam hal Pocong, Pemerintahan Kota Medan bagaikan menjadi tertutup, dan seakan tak menganggap penting sekitar dua jutaan warganya.

Ya sudah, dijogetin sajalah! Welleh….

Belajar dari si Pocong

Tapi, sudahlah, terserah bagaimana kalian memenej  Kota Medan ini. Warga Kota Medan hanya berharap, semoga tidak ada aturan yang membolehkan Walikota bertindak suka-suka. Semoga pula tidak memakai ilmu ‘aji mumpung’ --  masih berkuasa dan mumpung masih aman-aman saja. 

Namun, dari si Pocong ini, kita bisa memetik beberapa pelajaran. Terutama, tentang bagaimana idealnya Walikota Medan ke depannya, yang akan kita pilih pada Pilkada serentak pada November 2024 mendatang.

Pelajaran pertama, bahwa Lampu Pocong adalah contoh buruk sebuah proyek pembangunan yang tidak memiliki ruang pengawasan eksternal, baik dari aparat penegak hukum, dan terutama tentunya dari warga Kota Medan pembayar pajak. Akibatnya, proyek dikerjakan sesukanya, dinyatakan sebagai total loss sesukanya, dan hingga kini masih berdiri gagah sesukanya.

Kedua, pernyataan seorang Walikota Medan tidak mutlak menjadi sebuah pernyataan yang benar. Bisa saja, cuma sekedar pemanis belaka dan cuma pencitraan saja. Karenanya, bolehlah warga Kota Medan untuk tidak mempercayainya.

Ketiga, jangan harap proyek pembangunan lainnya yang ada di Kota Medan bisa selesai tepat waktu dan bermanfaat bagi warganya, terkhusus bagi para pembayar pajak. Proyek ‘jalan berkeramik’ dan proyek drainase u-ditch, adalah contoh lain selain si Pocong, yang menimbulkan banyak masalah : macet dengan berbagai dampak negatifnya, genangan air masih juga terjadi, juga terganggunya banyak pelaku usaha kecil-menengah. Tak tertutup kemungkinan, akan menyusul proyek-proyek gagal lainnya di Kota Medan.

Keempat, untuk para anak-anak muda yang ingin menjadi Walikota Medan kelak, hayo, silahkan salurkan keinginan kalian. Cuma ingat, jangan cuma mengandalkan koneksi dan supporting orangtua/mertua semata. Harus juga diukur isi otak kalian. Dan tentunya,  yang tak kalah penting, adalah prilaku rendah hati.

Akhirnya, aku tentu sangat berharap, bahwa mudah-mudahan si Pocong ini bukanlah contoh buruk dari sebuah dinasti politik di Indonesia. Kalaupun memang ternyata menjadi contoh buruk, ya jogetin saja!

Mangkanya…

-----------------------------------------------------------

*penulis adalah jurnalis senior, warga Kota Medan.

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com