![]() |
Ketua Dekranasda Sumatera Utara, Kahiyang Ayu, mencoba menenun di Galeri Ulos Hutaraja di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Minggu (4/5/2025).(foto/ist) |
Saat berkunjung, Kahiyang tampak terpukau menyaksikan langsung proses pembuatan ulos secara tradisional oleh para penenun lokal. Ia juga mendengarkan penjelasan tentang berbagai jenis ulos khas Sumatera Utara yang sarat makna budaya.
Kahiyang menyaksikan para penenun yang terampil memintal benang satu per satu hingga menjadi kain ulos yang indah. Ia menyampaikan kekagumannya terhadap keterampilan para penenun serta pentingnya melestarikan ulos sebagai warisan budaya Batak. “Ibu, sudah berapa lama menenun ulos? Berapa lama kain ini selesai dibuat?” tanya Kahiyang kepada salah satu penenun.
Pertanyaan itu dijawab oleh Op. Valen br Situmorang, yang mengaku telah menekuni profesi penenun selama puluhan tahun. Ia mengatakan bahwa keterampilan tersebut diwariskan dari orang tuanya dan kini ia turunkan pula kepada anak dan cucunya.
Menurutnya, waktu pembuatan ulos tergantung pada kerumitan motif. Semakin kompleks desain dan banyak warna yang digunakan, semakin lama waktu yang dibutuhkan. Namun untuk motif sederhana, prosesnya bisa lebih cepat.
Kahiyang tampak antusias memperhatikan setiap desain dan kombinasi warna pada kain ulos. Ia mengungkapkan kekaguman terhadap makna di balik tiap motif dan warna yang digunakan. “Apa yang membedakan pemakaian motif-motif ulos ini, Bu?” tanyanya kembali.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ketua Galeri Ulos Hutaraja, Mariani br Simarmata, menjelaskan beberapa jenis ulos yang diproduksi para penenun setempat, seperti Ulos Bolean, Ulos Suri-suri Ganjang, dan Ulos Sibolang.
“Itu semua merupakan motif ulos tradisional. Kini, para penenun mengkreasikan ulang pola lama dengan sentuhan warna cerah dan motif bunga modern, agar dapat digunakan tidak hanya pada upacara adat, tapi juga di acara umum. Pewarnaan ulos pun sudah bervariasi, baik alami maupun sintetis,” ujar Mariani.
Dalam kesempatan itu, Kahiyang juga mencoba menenun menggunakan alat tradisional Batak, yaitu boban. Ia mengikuti arahan penenun untuk menyatukan benang demi benang.
Sebagai bentuk apresiasi, Kahiyang membeli delapan helai kain dan selendang ulos dari galeri tersebut, termasuk Ulos Bolean yang biasa dikenakan oleh laki-laki dari kalangan ekonomi menengah ke atas dalam acara pesta adat.[tan]