![]() |
OR Arbastra BRIN ungkap peran perdagangan rempah dalam pembentukan identitas Kota Padang. (Dok. Istimewa) |
Penelitian ini dipimpin oleh Iim Imadudin, S.S., M.Hum. dari Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, didampingi sejumlah peneliti lintas bidang, antara lain Lia Nuralia, Dra. Zusneli Zubir, Dr. Astyka Pamumpuni, dan Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan.
Kota Tua Padang: Titik Temu Perdagangan dan Budaya
Iim menjelaskan bahwa kawasan Kota Tua Padang, yang membentang di sepanjang Sungai Batang Arau, menjadi lokasi strategis dalam jalur perdagangan rempah di masa lalu. Secara administratif, kawasan ini mencakup Kecamatan Padang Barat dan Padang Selatan, serta menjadi pusat interaksi antara kelompok etnis seperti Minangkabau, Nias, Tionghoa, India, Eropa, dan Jawa.
“Perdagangan rempah bukan hanya membawa komoditas, tetapi juga menciptakan ruang pertemuan budaya, yang membentuk struktur sosial multietnis Kota Padang,” ujar Iim saat konferensi pers, Senin (7/7/2025).
Temuan Artefak dan Jejak Budaya
Tim peneliti menemukan berbagai artefak peninggalan budaya seperti peralatan rumah tangga, perlengkapan ibadah, patung, guci, koin kuno, dokumen sejarah (paspor 1926, bukti pajak 1921), dan manuskrip tua. Beberapa di antaranya masih disimpan oleh warga sebagai warisan keluarga.
Bangunan bersejarah seperti rumah ibadah, kantor dagang, dan rumah tinggal di kawasan itu juga merepresentasikan gaya arsitektur khas dari komunitas-komunitas etnis yang pernah bermukim di sana.
Pendekatan Etnoarkeologi: Membaca Sejarah dari Budaya Hidup
Penelitian menggunakan pendekatan etnoarkeologi, yaitu memadukan kajian artefak dan budaya hidup masyarakat masa kini untuk memahami proses asimilasi dan akulturasi budaya. Hasilnya menunjukkan bahwa Kota Padang memiliki identitas kolektif yang kuat, dibentuk oleh interaksi lintas budaya selama berabad-abad. “Warga masih menyimpan artefak sebagai bagian dari narasi keluarga, ini menunjukkan ikatan emosional dengan sejarah lokal yang hidup,” kata Iim.
Pelestarian Budaya: Tanggung Jawab Bersama
Melalui diskusi dengan tokoh masyarakat, akademisi, pengelola cagar budaya, dan pemerintah daerah, tim OR Arbastra–BRIN menegaskan perlunya pendekatan partisipatif dalam pelestarian Kota Tua Padang. Kawasan ini bukan sekadar situs bersejarah, melainkan ruang hidup yang mencerminkan toleransi dan keberagaman.
Empat Catatan Penting dari Penelitian:
Perdagangan Rempah sebagai Pemicu Keberagaman:
Aktivitas niaga mengundang berbagai komunitas etnik ke Padang, menciptakan struktur sosial yang majemuk.
Akulturasi Budaya yang Unik:
Perpaduan budaya tercermin dalam arsitektur, kuliner, bahasa, dan kesenian.
Toleransi Sosial yang Terbangun Alami:
Kota Padang menjadi contoh kohesi sosial di tengah keberagaman keyakinan dan adat.
Transformasi dari Pluralitas ke Multikulturalitas:
Interaksi aktif antar kelompok melahirkan sikap saling menghargai dalam kehidupan kota yang inklusif.
Tim peneliti berharap hasil studi ini dapat menjadi rujukan dalam pengembangan kebijakan pelestarian warisan budaya, serta menjadikan Kota Tua Padang sebagai model kota multikultural yang harmonis di Indonesia.[Muhammad Fadhli]