PT PD Paja Pinang Tegaskan Kepemilikan Sah atas Lahan 2.318 Hektare yang Diklaim Kelompok Tani

PT PD Paja Pinang menegaskan bahwa lahan seluas 2.318 hektare yang belakangan diklaim sejumlah warga sebagai ahli waris merupakan aset resmi perusahaa

Editor: Admin
PT PD Paja Pinang Tegaskan Kepemilikan Sah atas Lahan 2.318 Hektare yang Diklaim Kelompok Tani. (foto/ist)
SERDANG BEDAGAI - PT PD Paja Pinang menegaskan bahwa lahan seluas 2.318 hektare yang belakangan diklaim sejumlah warga sebagai ahli waris merupakan aset resmi perusahaan sejak 1962. Penegasan ini disampaikan Humas PT PD Paja Pinang, Sampun, menyusul viralnya pemberitaan dan unggahan media sosial yang memicu perhatian publik terkait sengketa lahan dengan Kelompok Tani Karya Mandiri.

Menurut Sampun, lahan tersebut awalnya berada di bawah hak konsesi PT Harrisons & Crossfield Ltd. Setelah masa konsesi berakhir, pengelolaan dan kepemilikan lahan secara resmi beralih ke PT PD Paja Pinang melalui proses yang dinyatakan sah dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu. Selama lebih dari enam dekade, lanjutnya, tidak pernah ada pihak yang mengajukan gugatan hukum terkait kepemilikan lahan tersebut.

“Pengakuan pihak-pihak yang mengklaim sebagai ahli waris itu keliru. Mereka tidak memiliki bukti kepemilikan sah, bahkan sebagian merupakan mantan pekerja atau keluarga dari pekerja perusahaan,” ujar Sampun. Ia menambahkan, tuduhan yang beredar di media sosial tanpa dasar hukum berpotensi memicu keresahan masyarakat dan mengganggu iklim investasi di daerah.

Sampun memaparkan bahwa sebagian lahan yang kini dipersoalkan dulunya merupakan kawasan rawa yang tidak layak tanam karet. Demi memanfaatkan lahan agar tidak terbengkalai, perusahaan pada masa itu memberikan izin sementara kepada pekerja untuk mengelolanya menjadi sawah. Izin tersebut bersifat non-permanen, tanpa mengubah status kepemilikan perusahaan.

Memasuki tahun 1986, PT PD Paja Pinang mulai mengonversi lahan sawah tersebut menjadi kebun kelapa sawit sebagai bagian dari program diversifikasi usaha. Sebagai bentuk penghargaan terhadap tanaman padi yang telah diusahakan pekerja, perusahaan membayarkan kompensasi sebesar Rp5.000 per rante, nilai yang setara dengan biaya operasional sawah pada masa itu.

Meski demikian, pada 31 Juli 2025, sekelompok warga yang mengaku sebagai ahli waris melakukan aksi protes di kawasan kandang lembu, yang masih berada dalam area konsesi perusahaan. Mereka menyampaikan 17 tuntutan, sebagian besar berkaitan dengan klaim hak waris dan ganti rugi. Menanggapi aksi tersebut, PT PD Paja Pinang menggelar musyawarah bersama perwakilan kelompok tani, pemerintah desa, pihak kecamatan, dan aparat kepolisian.

Perusahaan menegaskan menghormati aspirasi masyarakat dan siap berdialog, namun menilai bahwa penyelesaian status kepemilikan lahan harus dilakukan melalui jalur hukum di pengadilan. “Kami terbuka untuk mengikuti proses hukum yang berlaku. Yang penting semua pihak memegang prinsip fakta dan bukti, bukan sekadar klaim,” kata Sampun.

Kesaksian mendukung pernyataan perusahaan datang dari Sukimin, mantan Kepala Dusun 6 Desa Penggalian yang menjabat pada 1983–2000. Ia, yang juga anak dari salah satu penggarap lahan, mengakui bahwa keluarganya pernah mengelola lahan untuk sawah dan menerima kompensasi pada 1986.

“Kami tahu sejak dulu lahan itu milik perusahaan. Tidak pernah berniat mengambilnya. Kami hidup dari PT PD Paja Pinang sampai pensiun,” ungkap Sukimin.

PT PD Paja Pinang berharap, polemik yang tengah berkembang dapat diselesaikan secara adil dan tuntas di jalur hukum, sehingga ketertiban masyarakat dan kepastian investasi di wilayah Serdang Bedagai tetap terjaga. Perusahaan juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.[subari]

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com