Kades Padang Sari Bantah Tuduhan Provokator, Saya Lindungi Warga dari Tindakan Sepihak PT BSP Tbk

Pemerintah Desa Padang Sari, Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten Asahan, membantah tuduhan yang menyebut Kepala Desa Budi Manurung sebagai provokator

Editor: Admin
Sejumlah security perkebunan PT BSP Tbk merubuhkan pondok-pondok warga yang berada di areal perkebunan. (foto/ist)
ASAHAN – Pemerintah Desa Padang Sari, Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten Asahan, membantah tuduhan yang menyebut Kepala Desa Budi Manurung sebagai provokator dalam sengketa lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT BSP Tbk di wilayahnya.

Pemerintah Desa menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan telah mencemarkan nama baik Kepala Desa.

Menurut Budi Manurung, kehadirannya di lokasi konflik bukan untuk memprovokasi, melainkan melindungi warga dari intimidasi serta tindakan sepihak yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Saya hadir bukan untuk memprovokasi. Tugas saya melindungi warga yang mempertahankan haknya,” ujar Budi, Minggu (19/10/2025).

Budi menjelaskan, lahan yang disengketakan telah dikelola masyarakat Desa Padang Sari secara turun-temurun sejak 1934, jauh sebelum HGU PT BSP diterbitkan. Setelah masa HGU berakhir tiga tahun lalu, masyarakat kembali menggarap lahan secara damai dengan bukti alas hak yang dimiliki. “Warga saya wajib saya bela dari intimidasi, dan hak mereka harus diperjuangkan selama tidak melanggar hukum,” tegasnya.

Ia juga menyesalkan tindakan PT BSP yang diduga telah merobohkan pondok warga sebanyak empat kali serta membawa anjing liar untuk menakuti masyarakat. Budi mengakui dirinya satu-satunya kepala desa yang menolak menandatangani peta bidang pengajuan perpanjangan HGU PT BSP karena mengetahui adanya sengketa lahan.

Pemerintah Desa Padang Sari menolak tuduhan bahwa masyarakat atau kepala desa melakukan kekerasan atau ancaman terhadap pihak perusahaan. Sebaliknya, pihak desa menilai justru perusahaan yang melakukan tindakan represif di lapangan.

Pemerintah Desa menegaskan komitmennya menjaga kondusivitas dan mendorong penyelesaian konflik melalui jalur hukum dan mediasi. Langkah yang telah ditempuh antara lain menyampaikan aspirasi warga ke instansi terkait, memberikan pendampingan hukum, dan menolak kebijakan yang dianggap mengabaikan hak masyarakat lokal. “Kami percaya hukum harus menjadi jalan penyelesaian, bukan intimidasi di lapangan,” ujar Budi.

Ia pun mengajak seluruh pihak untuk menghormati hak masyarakat, menjaga netralitas, serta mengutamakan penyelesaian hukum yang adil dan bermartabat.

“Warga kami tidak menantang hukum, tetapi menuntut keadilan. Mereka pewaris tanahnya sendiri. Kami berharap aparat penegak hukum bersikap netral dan tidak membiarkan warga menjadi korban main hakim sendiri,” pungkasnya.(abdul meliala)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com