![]() |
Drs. Syaiful Syafri, MM sebagai narsumber di salah satu kegiatan nasional. (foto/ist) |
Menurut Syaiful, kebijakan strategis yang diterapkan Yandri Susanto dalam Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan arah pembangunan desa yang terukur dan berkelanjutan. Salah satu target ambisius Kementerian Desa PDTT adalah meningkatkan jumlah desa mandiri dari 17.207 desa pada tahun 2025 menjadi 32.207 desa pada akhir masa pemerintahan tahun 2029.
“Program tersebut merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah pusat dalam membangun Indonesia dari pinggiran, sesuai dengan semangat pemerataan pembangunan. Desa bukan lagi objek pembangunan, tetapi subjek yang harus diberdayakan,” ujar Syaiful saat meninjau Pos Kamling Desa Bandar Setia, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Rabu (8/10/2025).
Syaiful, yang juga dikenal sebagai tokoh yang lama berkecimpung dalam pembangunan komunitas adat terpencil di Sumut pada tahun 2000–2004, menilai pendekatan yang dilakukan Yandri bersifat partisipatif dan berbasis pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, Yandri telah mengambil langkah penting dengan mendidik 125 Fasilitator Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (Tekad) yang berasal dari sembilan provinsi, termasuk Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Para fasilitator ini memiliki peran penting dalam membangun kesadaran ekonomi di pedesaan, memperkuat ketahanan pangan, dan menciptakan lapangan kerja berbasis potensi lokal. Pendekatan ini sejalan dengan konsep desa mandiri yang berdaya secara ekonomi, sosial, dan lingkungan,” tambahnya.
Syaiful juga mendorong seluruh Gubernur, Bupati, dan Wali Kota agar mendukung penuh langkah Kementerian Desa PDTT dengan memperkuat sinergi lintas sektor, termasuk dalam perencanaan pembangunan desa dan daerah. Ia menilai keberhasilan desa tidak bisa dilepaskan dari peran aktif pemerintah daerah dalam menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi desa.
“Pembangunan desa harus menjadi prioritas lintas sektor. Kepala daerah perlu turun langsung melihat bagaimana kerja pendamping desa dan fasilitator Tekad di lapangan, agar kebijakan daerah benar-benar sinkron dengan kebutuhan masyarakat desa,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Desa PDTT tahun 2025, dari 75.174 desa di Indonesia, terdapat 17.207 desa mandiri, 23.035 desa maju, 24.532 desa berkembang, dan 10.400 desa tertinggal. Desa tertinggal tersebut umumnya berada di wilayah terisolasi, dengan keterbatasan akses infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, dan sarana air bersih. Kondisi ini menjadi tantangan besar dalam upaya pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan ekstrem.
Syaiful menilai, langkah Yandri menggandeng World Bank (Bank Dunia) sebagai mitra kerja merupakan strategi cerdas untuk memperkuat kapasitas fiskal dan kelembagaan desa. Dukungan lembaga internasional tersebut diharapkan mampu mempercepat transformasi ekonomi desa dan memperluas jangkauan program pemberdayaan masyarakat.
“Kerjasama ini harus diikuti dengan komitmen semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat. Dengan pendampingan yang intensif, penguatan BUMDes, serta pengembangan Koperasi Merah Putih, kita bisa memastikan pembangunan desa tidak hanya berjalan di atas kertas, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh warga,” tutur Syaiful yang juga mantan Bupati Batu Bara periode 2008–2010.
Ia menegaskan bahwa jika kolaborasi lintas sektor ini dijalankan secara konsisten, maka kemiskinan ekstrem di Indonesia dapat dihapuskan pada 2026, dan target penurunan angka kemiskinan menjadi 3,3 persen pada tahun 2029 bukan sekadar janji, melainkan capaian yang realistis.
“Desa adalah fondasi negara. Bila desa kuat, maka bangsa ini akan tangguh. Oleh karena itu, dukungan terhadap program pembangunan desa harus menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya kementerian terkait,” pungkasnya.[rel/subari]